Korelasi Nilai UN dalam SNMPTN
Kembalikan Tujuan Pendidikan
Hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010 menjadikan sad ending dunia pendidikan dasar dan menengah di negeri kita. Pelaksanaan UN menjadi tragedi  tersendiri hampir di semua sekolah baik yang dilaporkan secara tertulis maupun yang cukup menjadi cerita tersendiri saja di masing-masing sekolah karena banyaknya kecurangan dan ketidakjujuran. Bagaimana tidak, akhir pendidikan yang seharusnya menghasilkan sesuatu yang berharga, mulia  dan membahagiakan ternyata sangat menyedihkan, miris, dan merusak nilai-nilai yang selama ini ditanamkan.
Berkaca dari kesalahan pelaksanaan UN,  kita harus kembali membangkitkan semangat dan memandang pentingnya dunia pendidikan. sebagaimana Jepang Ketika kalah PD II dan ingin bangkit lagi yang dicari sebagai cara  untuk bangkit adalah pendidikan. Ketika Malaysia baru merdeka dan ingin membangun negaranya, yang diutamakan adalah pendidikan. Begitu pula Negara kita tercinta ini bila ingin menemukan jati diri dan kehebatannya, yang harus diutamakan adalah pendidikan. Bagaimana menjadikan sekolah dan perguruan tinggi  betul-betul sebagai kawah condro dimuko, sebagai tempat penempaan jiwa, pembekalan diri sebagai agen of change. Kesadaran untuk menyiapkan generasi penerus bangsa, pembangun, dan cinta Indonesia harus selalu dihidupkan. Sukses merencanakan berarti harapan besar akan sukses pula. Sebaliknya, gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan. Tentu hal itu tidak diinginkan.
Memang tidak salah bila kemendiknas mengamanatkan pentingnya ujian nasional dalam permendiknas nomor 1 tahun 2005 yang dinyatakan bahwa ujian nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dijelaskan pula pada pasal 4 b, bahwa ujian nasional dipakai sebagai pertimbangan dan penerimaan peserta didik baru pada jenjang selanjutnya. Dengan begitu hasil UN tingkat SD bisa dipakai untuk masuk SMP, hasil UN SMA bisa untuk masuk SMA dan hasil UN SMA dipakai untuk masuk perguruan tinggi. Dasar arahan ujian nasional tersebut  sesungguhnya bagus dan bisa menghemat dana. Namun, dalam pelaksanaannya, ujian nasional banyak mengalami permasalahan. Bahkan, permasalahan-permasalahan yang muncul sangat memprihatinkan karena bisa merusak tujuan pendidikan. Hal itu disebabkan karena ketidaksiapan semua yang terlibat di dalamnya. Baik dari pihak pemerintah/panitia UN yang kurang tahu karakter di daerah, siswa yang tidak jujur, pengawas yang tidak disiplin, maupun kebocoran soal dan pengiriman jawaban ke peserta dari tim sukses sekolah. Semua itu sungguh menurunkan kredebilitas pendidikan  dan integritas UN yang telah dicanangkan Kemendiknas. Bahkan pelaksanaan UN yang seperti itu bisa dikatakan gagal.
Dengan adanya Permendiknas  nomor 45 tahun 2010 tentang perubahan sistem pelulusan dengan menggabungkan nilai UN dan Nilai Sekolah, memang muncul sedikit harapan adanya perbaikan integritas UN tetapi masih ada celah  yang mudah dimasuki untuk melakukan kecurangan. Di sinilah UN terus dan harus disorot dan diuji kredebilitasnya.
Perbedaan UN dan SNMPTN
Sekilas memang benar apa yang diinginkan oleh Kemendiknas bahwa dari jenjang SD ke SMP dan SMP ke SMA ada kesinambungan, wajar dan logis sebagai peningkatan pendidikan. Namun, antara SMA dan perguruan tinggi memang ada semacam pemisah, kesenjangan. Mengapa? Karena materi yang diujikan di SMA masih lebih banyak mengacu pada SKL yang ditentukan.  Sedangkan materi yang diujikan di perguruan tinggi bersifat menyeluruh, dari bobot  soal yang mudah dikerjakan sampai yang rumit yang diwujudkan dalam  2 jenis, yaitu tes potensi akademik yang lebih mencakup pola pikir dan karakter dasar,  dan tes bidang studi prediktif yang menguji seberapa kamampuan pelajar/calon mahasiswa dalam memahami materi bidang studi dasar.
Pada prinsipnya, hasil UN bisa diintegrasikan dengan SNMPTN ketika semua pihak yang terlibat bisa melaksanakan dengan baik dan penyiapan materi yang  terukur. Untuk mengintegrasikan nilai UN ke SNMPTN diperlukan adanya perubahan beberapa hal yang mendasar di antaranya adalah:
1.      Perlu adanya standar materi yang memang dipersiapkan keberlanjutannya dari jenjang SMA ke perguruan tinggi. Karena itu, sejak awal aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dari materi yang diajarkan dan diujikan harus tercermin.
2.      Perlu adanya sharing SMA dan perguruan tinggi tentang  pelaksanaan UN yang baik. Termasuk di dalamnya dan pengawasannya. Perlu ada percepatan ‘pendewasaan’ sekolah dalam menyikapi sistem pendidikan nasional yang mengutamakan prinsip kejujuran.
3.      Untuk daerah yang masih terisolir/terpencil  tidak dipaksakan nilai UN sama dengan daerah yang modern. Karena itu, pemberian fasilitas pendidikan di daerah terpencil tersebut harus segera disamakan/diperlakukan adil dengan sekolah lain. Pemerataan  potensi sekolah dan adanya standar sekolah minimal itulah yang menjadi acuan untuk dapat diintegrasikannya nilai UN  ke SNMPTN.
Apabila semua hal tersebut sudah bisa terpenuhi, dalam arti tidak ada lagi kecurangan, ketidakjujuran, dan ketidakadilan yang signifikan, hasil UN bisa diintegrasikan ke SNMPTN.

Saihur Roif, S.Pd
Guru SMPN 2 Kutorejo Mojokerto

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WRITERVATOR FIM 2023

EVALUASI FLS2N 2023 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MOJOKERTO