Pekerja Anak di Bawah Umur


Fenomena Pekerja Anak di Bawah Umur
Fenomena pekerja anak di bawah umur dengan segala pernak-perniknya sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam tatanan sosial masyarakat dunia. Hal itu sudah berlangsung lama dan  terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara berkembang yang mempunyai tingkat perekonomian yang menengah ke bawah. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa kemiskinan akan meningkatkan tingkat pekerja anak di bawah umur. Semakin miskin kondisi suatu masyarakat/negara, semakin besar kemungkinan terjadinya tindak pekerja anak di bawah umur. Entah sebagai penjual koran keliling, pengamen jalanan, pengemis jalanan, pemulung sampah, penjaga toko, kuli bangunan, industri rumah. Itu semua bisa menjadi beban bahkan menghambat anak  menyelesaikan pendidikan untuk meraih masa depannya. Atau bahkan fenomena baru perdagangan anak yang mengarah pada maraknya PSK.
Masalah pekerja anak memang sudah diatur dalam Undang-undang. Perusahaan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur. Atau boleh mempekerjakan anak maksimal 3 jam, itupun dengan persetujuan orang tua. Negara mengatur tentang tenaga kerja, mengatur kehidupan bermasyarakat yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum yang diinginkan the founding fathers kita. Namun, hal itu tidak mudah. Perlu perencanaan besar dan komprehensif dan intensif antara dunia pendidikan, budaya keluarga dan masyarakat, serta penanganan serius pemerintah. Contoh kecil, apabila ada anak-anak yang  ditinggal mati kedua orang tuanya, yang menyebabkan mereka jatuh dalam kemiskinan yang bisa jadi anak tersebut harus menjadi pekerja anak tanpa ada kesempatan bersekolah. Pemerintah harus mempunyai langkah cepat dan komprehensif. Karena tuntutan ekonomi yang mendesak, menyangkut urusan perut, yang tak bisa ditunda.
Kesenjangan ekonomi, kemiskinan, dan pekerja anak di bawah usia seringkali terjadi di sekeliling kita. Itulah potret di negeri kita yang menuntut segera adanya tindakan untuk menyelamatkan para calon pemimpin bangsa ini. Karena anak-anak di hari ini notabene adalah para pemimpin masa depan. Kalau tidak diselamatkan segera bisa jadi terjadi krisis kepemimpinan di masa mendatang

Kontribusi Positif Pemerintah, Sekolah, dan Keluarga
Perlu ada keseriusan pemerintah menangani kasus kasus berkaitan dengan pekerja anak, baik yang murni karena faktor kemiskinan ataupun karena faktor keterpaksaan dan eksploitasi. Langkah-langkah nyata harus diberikan secara komprehensif dengan pembinaan  secara intensif. Penanganan tersebut bukanlah sekadar seremonial yang hanya untuk pencitraan tetapi berwujud nyata. Undang undang dasar harus segera diwujudkan dalam tindakan nyata. PKH menjadi contoh program yang baik dan komprehensif yang sekaligus memiliki pendampingan dan kontrol yang baik namun perlu juga pendidikan untuk keluarga (orang tua anak) tentang pentingnya pendidikan anak. Di samping itu juga perlu jangkauan lebih luas sehingga sampai di pelosok negeri.
Sekolah sebagai institusi pendidikan dan sosial mempunyai peran yang sangat penting karena sekolah menjadi barometer perkembangan jiwa, sikap, dan pendewasaan anak di masa kini maupun masa mendatang dengan kualitas pendidikan yang baik. Peningkatan program sekolah gratis menjadi cara pengurangan pekerja anak dan penyelamatan masa depan anak di Indonesia. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat baik untuk pendidikan anak dan mencetak pemimpin  di masa depan.
Keluarga menjadi kunci keberhasilan anak. Manakala keluarga betul-betul memperhatikan anak, meskipun dalam kondisi kekurangan, anak akan memiliki rasa percaya diri dan kekuatan mental untuk menghadapi dunia luar. Jadi, meskipun anak membantu pekerjaan orang tua ataupun bekerja sendiri, ia akan tetap mempunyai prioritas sendiri untuk tetap mengutamakan pendidikan, masa depan dan kehormatannya di masa depan. Tidak sedikit tokoh-tokoh besar yang di masa kecilnya mereka harus bekerja keras sehingga mereka berhasil. Kuncinya adalah pada kesiapan mental untuk menatap masa depan secara baik. Kalau anak mempunyai keinginan bekerja untuk mengembangkan potensinya di samping pendidikan yang utama, mengapa tidak? Selama keluarga mampu membentuk mental anak yang bebas dari eksploitasi dan keterpaksaan.
Saihur Roif, S.Pd
Guru SMPN 2 Kutorejo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WRITERVATOR FIM 2023

EVALUASI FLS2N 2023 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MOJOKERTO