TRADISI AKSI CORAT-CORET BAJU SERAGAM SAAT KELULUSAN
Tradisi  Tahunan Corat-coret Kelulusan
Aksi coret-coret saat kelulusan terjadi di mana-mana.  Di seluruh kabupaten kota gerombolan besar siswa tanpa helm dengan pakaian corat-coret keliling kota. Mereka merayakan kelulusan sekolah dengan cara mereka. Mereka merayakan kelulusan mungkin atas dorongan kebebasan jiwa  mereka. Aksi tersebut seolah-olah menjadi konsensus bersama sebagian besar siswa secara turun temurun dari kakak kelas turun ke  adik kelasnya, seolah-olah mereka merasa bangga dan enjoy melakukan aksinya. Mungkin ada yang senang dan ada yang tidak dengan aksi mereka.
Bila dilihat dari pengertian pendidikan adalah sebagai usaha sadar mengubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak paham menjadi paham. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa di sekolah telah diajarkan  nilai-nilai etika, sopan santun, bahkan pendidikan karakter kebangsaan yang sekarang sedang digalakkan dan sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa.
Pertanyaan muncul mengenai tingkat tercapainya kebermaknaan pendidikan dan kesadaran siswa dalam proses pendidikan di sekolah tersebut. Sekolah bukan hanya sekadar tempat mendapatkan ilmu, kepandaian , dan kelulusan saja. Lebih dari itu, sekolah mempunyai tujuan yang luhur yaitu untuk menyadarkan diri menjadi manusia yang paripurna, bisa melihat dirinya dari berbagai dimensi; sebagai pribadi, makhluk sosial,  ataupun sebagai makhluk religius.
Adakah manfaatnya corat-coret kelulusan bagi siswa?. Dilihat sekilas tidak ada manfaatnya selain sekadar hura-hura. Bahkan terkesan tidak menghargai proses belajar dan sekolah. Bagaimana tidak, sewaktu sekolah penggunaan seragam harus  diatur,  dijaga kebersihan dan kerapiannya sebagai wujud cinta pada almamater dan ketertiban sekolah yang ditanamkan. Namun, setelah itu mereka mencorat-coret seragam mereka. Bukankah ini sebagai bentuk pemberontakan dan perlawanan pada aturan yang selama ini ditanamkan di sekolah. Ditambah lagi ketika ada yang melakukan konvoi dengan seragam corat-coret, tanpa helm, dan menguasai sendiri jalanan sehingga mengganggu pengendara yang lain. Ini tentu juga sudah menjadi bentuk pelanggaran dalam segi yang lain.
Konvoi kelulusan tersebut bertentangan dengan nilai yang ditanamkan sekolah. Dari sisi ketertiban berlalu lintas juga termasuk salah satu bentuk pelanggaran karena tidak memenuhi standar berkendara yang sewajarnya. Dari sisi masyarakat pengguna jalan juga mengancam pengendara lain, bahkan banyak pengendara lain yang berhenti dan turun dari badan jalan karena siswa yang konvoi ada yang berlaku seperti polisi penyapu jalan  yang seolah menyingkirkan  pengendara selain yang ikut konvoi. Dari sisi siswa sendiri bisa memunculkan sikap seenaknya dan tidak menghormati hak orang lain sebagai pengguna jalan.
Hasil pendidikan
Dilihat dari segi pendidikan, seharusnya siswa yang lulus memiliki sikap yang lebih positif secara pribadi maupun sosial.  Sehingga,  mereka bisa memilih kegiatan kelulusan dengan mengadakan kegiatan yang positif untuk merayakan kelulusan mereka. Kegiatan  tersebut misalnya sujud syukur missal, mengadakan bakti sosial kepada masyarakat, menyumbangkan  kreatifitas positif untuk kebermanfaatan bagi lingkungan, mengadakan kegiatan training/motivasi untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, ataupun sekadar menyumbangkan seragam mereka kepada yang membutuhkan.
Solusi
Untuk meminimalisasi aksi corat-coret dan konvoi kelulusan, ada beberapa hal yang perlu dilibatkan.
Pertama, sekolah. Sekolah hendaknya berupaya maksimal untuk menumbuhkan sikap positif siswa yang bukan hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Kalau selama ini sekolah hanya mau turut campur dalam urusan siswa di sekolah saja, kini sekolah berupaya mau masuk lebih dalam ke keluarga dan lingkungan siswa untuk arahkan secara lebih tepat. Khusus dalam hal kelulusan ini selain sekolah menghimbau agar siswa tidak melakukan corat-coret dan konvoi, sekolah juga mengajak seluruh wali murid untuk mengawasi agar anak-anak mereka tidak melakukan aksi tersebut.
Kedua, kebijakan pendidikan nasional. Selama ini aksi corat-coret selalu terjadi turun temurun sehingga harus dihentikan dengan kebijakan yang terimplementasi dalam pendidikan karakter bangsa. Dalam hal ini, tidak bisa hanya diterapkan dalam proses belajar di sekolah  sampai ujian nasional saja tetapi juga di luar sekolah dan termasuk ketika kelulusan. Sebagai contohny adalah  dengan memberi sanksi kepada siswa ketika akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya ataupun dengan menahan motor yang mereka gunakan ntuk konvoi. Untuk itu,  perlu kerja sama dengan pihak lain seperti kepolisian untuk menangani konvoi kelulusan ataupun dengan masyarakat dan lingkungan sekitar siswa.
Saihur Roif, S.Pd
SMPN 2 Kutorejo Mojokerto

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WRITERVATOR FIM 2023

EVALUASI FLS2N 2023 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MOJOKERTO