Hegemoni Wacana
Hegemoni
Wacana ISIS dan Kebangsaan Kita
Beberapa
bulan terakhir, hampir semua media disibukkan dengan pemberitaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Aktivitas ISIS di Suriah, jaringan
mereka yang merekrut para pamuda bahkan yang berasal dari Indonesia membuat
resah masyarakat kita. Kuatnya pemberitaan seolah menempatkan mereka dalam dua
posisi penting. Pertama, sebagai teroris yang menguasai negara Suriah, merembet
ke Irak, dan negara-negara di sekitarnya. Kedua, mereka menamai diri mereka sebagai
kebangkitan Islam yang seolah menunjukkan
merekalah yang benar, atau ingin diakui oleh internasional sebagai kekuatan Islam
yang layak.
Lazimnya
sebuah penguasa baru, entah faktor apa
dibalik itu, dengan dukungan persenjataan yang memadai, mereka bergerak
memperluas wilayah dan menguasai sebagai daerah mereka. Seolah tidak bergerak
sendiri, media internasional menyiarkan secara masif kebrutalan mereka. Sehingga
secara implisist memunculkan kejanggalan dari mana senjata mereka yang tentunya
tidak murah. Semakin hari tampaknya semakin banyak personel mereka, demikian
pula senjata mereka. Tentu tidak sala bila ada yang bertanya dan curiga ihwal pendanaan mereka.
Di
sisi lain, dunia Islam ramai mengecam
aksi yang mereka lakukan. ISIS berlaku dengan selayaknya teroris yang membunuh
dengan beragam kekejian yang membuat marah bukan hanya dunia Islam, tetapi juga
membuat marah negara-negara yang mayoritas non-muslim. Anehnya, di tengah
kecaman mayoritas warga muslim dan negara-negara mayoritas muslim, dunia barat
seolah tidak merespon dengan bijak, tidak melakukan tindakan yang strategis
terhadap kekejian tersebut. Seperti ada pembiaran atas radikalisasi yang
terjadi. Jelas-jelas ini adalah tragedi kemanusiaan dan kebiadaban yang membuat
membuat marah dunia, seharusnya. Ini seolah sebuah kejanggalan di tengah
kemajuan zaman. kalaulah ini merupakan sebuah teori konspirasi yang sedang
dikembangkan, perlu dicari apa dan siapa sasarannya.
Wacana
radikalisasi memang layak jual dan mampu menjadi ladang kepentingan. Wacana
dibuat dengan sengaja oleh pihak pihak tertentu dengan aksi ataupun informasi. Makna yang
disampaikan ada yang tersembunyi di balik fakta atau dikirimkan secara terang
terangan. Wacana ISIS di dunia barat adalah gerakan Islam membangun basisnya, Islam
yang ingin bergerak menguasai dunia
dengan kekuatannya. Identitas sebagai gerakan Islam seolah dilekatkan dengan kekuatan, strategi,
dan persenjataan mereka.
Realitas
yang terlihat adalah kekejaman mereka terhadap sesama manusia dan efek yang ditimbulkannya
adalah ketakutan masyarakat atas ulah mereka. Ketika negara-negara kuat seperti
Eropah dan Amerika atau koalisi negara-negara yang seharusnya turun tangan
tetapi tidak dilakukan, maka ini adalah sebuah pembiaran. Pembiaran atas aksi
kejahatan, pembiaran atas stigma negatif terhadap gerakan yang mengaku Islam ,
dan bisa jadi mereka yang berkepentingan akan menunggu momentum dan mengambil
tindakan tepat yang mungkin menguntungkan mereka.
Wacana
ISIS bisa berpotensi berdampak negatif di Indonesia. Sejauh ini dengan
pemberitaan yang masif dan kecurigaan yang meluas tampaknya mulai terlihat.
Pembiaran gerakan ISIS di Timur Tengah
dan wacana kecurigaan yang dikembangkan di Indonesia bisa jadi merupakan
sasaran antara. Dengan menyibukkan urusan wacana ISIS, urusan yang lebih
penting akan terabaikan. Aset-aset dan sumber daya alam tanpa sadar dilirik
kekuatan asing. Kelemahan sebuah bangsa segera tampak. Kelompok satu menuding
yang lain, menyalahkan, dan mudah diadu domba. Warga negaranya sibuk dengan
kecurigaan, perdebatan, pertengkaran, dan perpecahan pendapat.
Indonesia
adalah Negara besar dengan segala sumber dayanya yang melimpah. Letak
geografisnya yang berada di garis
khatulistiwa yang menjadikannya Negara makmur sebagai putri cantik yang menarik
birahi negara lain untuk menguasai. Sekitar 350 tahun kolonialisme menjajah
juga sebagai bukti yang cukup. Kekayaan flora dan faunanya yang sudah terbuka
maupun masih belum terbuka sudah menjadi pengakuan dunia. Kekayaan dalam perut
buminya pun menjadi kemenarikan tersendiri. Gunung emas Freeport juga sudah
cukup sebagai bukti. Tetapi terkadang semua kekayaan alam tersebut lebih
dikuasai luar negeri. Masyarakatnya seringkali hanya bertengkar sendiri dengan
isu-isu termasuk ancaman ISIS yang
menghantui.
Indonesia
adalah Negara kuat dengan bukti awal kemampuannya merebut kemerdekaan dari
penjajah belanda. Hal tersebut memungkinkan hubungan Indonesia dengan belanda
tidak seperti harmonisnya Malaysia dengan inggris, apalagi Australia dengan pemilik
jajahannya. Apa yang tidak dimiliki Negara lain dimiliki oleh Indonesia. Maka
sungguh merugi apabila negara sebesar Indonesia dengan kapitalisasi sumber daya
yang potensial melimpah tetapi tidak mampu menjalankan peran besar dan
pentingnya di wilayah global apalagi hanya menghadapi ISIS.
Hegemoni
wacana radikalisme ISIS hanyalah wacana yang menjadi sasaran antara. Ada motif
tersembunyi di baliknya: hegemoni politik, ideologi, ekonomi, dan sebagainya.
Hal ini wajar, karena di era sekarang ini tidak mungkin sebuah negara dengan
semena-mena menguasai negara lain, kecuali kebrutalan semacam ISIS . Ada
langkah-langkah yang diterapkan negara modern dan cerdas untuk menguasai negara
lain dengan berbagai trik dan rekayasa yang cantik. Namun yang namanya rekayasa,
juga bisa ditebak ke mana arah langkahnya.
Oleh
karena itu, sudah selayaknya kita berpikir dewasa untuk tidak mudah terhegemoni
wacana radikalisme semacam ISIS. Wacana radikalisme yang sedang terjadi adalah
wacana kecil dan tidak usah diperbesar, apalagi dihebohkan dengan festivalisasi
kecurigaan-kecurigaan kelompok. Negara yang besar dan selayaknya kuat ini
seharusnya menunjukkan kehormatannya dengan ketegasan sikapnya, kecerdasan
menghadapi wacana tersebut, serta keadilan bagi yang melanggar ketentuan pemerintah.
Maka peran aparat keamanan sebagai ujung tombak pemerintah selayaknya
proporsional untuk menjaga bangsa, bukan terhegemoni wacana radikalisasi serupa
kecurigaan yang tambah meresahkan, melainkan keamanan, ketegasan, dan keadilan
yang selalu ditegakkan.
(Darmo, 25 April 2015) Saihur Roif
(Darmo, 25 April 2015) Saihur Roif
Komentar
Posting Komentar