Guru dan Makna Kepahlawanan

 

Guru sudah lazim disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sesungguhnya memanglah demikian dan masih relevan dalam segala zaman. Guru tetap menjadi penopang peradaban dan penjaga nilai moral di tengah masyarakat. Guru juga disebut sebagai orang tua kedua setelah orang tua kandung karena begitu besar peran guru dalam mendidik. Bahkan sering kali porsi pendidikan anak yang menjadi kewajiban orang tua dapat dikerjakan oleh guru. Karena kebaikan ilmu dan jasa yang telah diberikan maka layak jika guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sebesar apa makna  kepahlawanan kembali berpulang kepada kebermanfaatan ilmu dan totalitas kebaikan yang diberikan. 

Dalam Undang undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 disebutkan bahwa tugas guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam bahasa jawa juga dikenal arti guru, digugu lan ditiru. Artinya sosok guru adalah orang yang memiliki ilmu dan akhlak yang layak menjadi panutan atau contoh teladan.

Secara universal guru memiliki tugas yang luas sebagai pendidik selain melaksanakan profesinya dengan segala hak dan kewajiban yang ditentukan oleh pemerintah juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam kehidupan sosial. Guru berarti memiliki banyak kelebihan ilmu dan mampu menjadi sandaran bertanya dan diharapkan mampu memberikan solusi bagi jiwa yang sedang memiliki masalah. Peran guru dalam segala sisinya juga membutuhkan energi yang cukup untuk mampu memberi manfaat dalam masyarakat. Tuntutan peran pribadi, keluarga dan sosial seolah menjadi kebutuhan yang melekat pada guru ketika memutuskan mengambil peran menjadi guru. Lebih dari itu ketika lebih disadari, peran guru memiliki kedudukan yang mulia di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.

Tak semua orang menyadari jasa guru. Berkat peran guru seseorang mampu membaca dan menulis. Berkat guru pula seseorang mampu menghapalkan beberapa kitab. Berkat jasa guru pula seseorang mampu mengetahui hal terbaik yang harus dilakukan atau tidak. Berkat guru pula seseorang mampu membuka cakrawala menjadi pribadi unggul menjadi pemimpin di tengah masyarakat.

Tantangan Guru

Di segala zaman selalu ada tantangan yang berbeda. Mulai zaman batu hingga era milenial bermedia digital akan terus berubah. Perubahan yang sekaligus menguji proses budaya dan eksistensi karya manusia. Peran guru tetaplah ada dan nyata. Memang proses pendidikan dalam sudut pandang budaya adakalanya mengejutkan jiwa karena harus turut bertumbuh dan berubah. Maka peran kebijakan pemerintah akan mengiringkan perubahan dan peran guru menjadi tuntutan dari waktu ke waktu atas perubahan zaman yang terus berjalan.

Dahulu sebelum kemerdekaan negara tercinta tak banyak warga dapat bersekolah. Hanya kaum tertentu yang dapat kesempatan mengenyam ilmu karena aturan kaum kolonial. Maka aturan pun berubah ketika sudah merdeka, warga dapat bebas belajar. Pernah pula, kesejahteraan guru kurang diperhatikan sehingga menjadi guru mudah tetapi sulit untuk berekspresi dengan keterbatasan gaji sehingga peran guru kurang diminati. Saat ini gaji guru ada yang sudah layak untuk hidup di tengah masyarakat dengan tetap membatasi kebutuhan dan ada pula yang masih belum layak dan dalam proses diperjuangkan. Permasalahan apapun dalam keadaan bagaimanapun akan selalu dikalahkan oleh eksistensi kebaikan dan keberanian guru dalam pengabdiannya memberi kemanfaatan.

Di sisi lain, kemajuan semakin mengubah wajah dunia, percepatan teknologi menggeser minat belajar siswa. Buku dan diktat mulai dijauhi. Maka peran guru dipertaruhkan, guru harus mampu menyelaraskan keinginan siswa dalam zaman yang kian berkembang. Internet dan teknologi kian menemukan kehebatannya. Menjadikan seolah dunia dalam genggaman, mendekatkan jarak, dan mengatur waktu kian cepat berjalan. Mau tidak mau, guru harus dapat mengikutinya. Karena kalau tidak mau, pasti akan terlempar dari ketatnya persaingan tantangan zaman.

Guru dalam Perubahan

Perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan dengan segala konsekuensinya. Perubahan tak dapat ditolak karena sudah menjadi kodratnya. Seorang guru sebagai pribadi dan manusia yang harus terlibat di dalamnya, juga harus mampu mengikuti perubahan dengan segala konsekuensinya. Di era milenial serba digital yang sekiranya dimulai tahun 1990 an perubahan teknologi begitu pesat. Percepatan globalisasi begitu kuat mempengaruhi segala sisi kehidupan. Seolah manusia dimudahkan dan dimanjakan dengan segala perkembangan modernitasnya.

Peran dan tugas guru kepada peserta didik tentu harus dilaksanakan. Tantangannya adalah masih mampukah guru menjalin komunikasi yang terbaik kepada peserta didik ketika faktor-faktor teknologi yang kian kuat berperan, memengaruhi pola pikir peserta didik. Bandingannya, dalam pendidikan peran guru dalam memengaruhi perubahan peserta didik sangat penting. Ada pertarungan hebat antara kekuatan peran guru dan kekuatan peran teknologi yang saling beradu dalam diri peserta didik.

Dalam titik ini, salah satu bagian prinsip pendidik harus berperan yaitu mampu menyelami dunia peserta didik, apa yang disukai dan apa yang diminati peserta didik mampu ditangkap oleh guru. Maka prinsip “antarkan duniamu ke dunia mereka, dan antarkan dunia mereka ke duniamu” menjadi sarana penting untuk membawa pendidikan tetap sesuai zamannya. Karena itu pula di era saat ini tidak cukup guru mengajar hanya secara lisan dan buku teks saja tetapi harus pula disertai dengan media bahkan aplikasi berbasis teknologi agar dapat masuk ke dunia peserta didik. Pemahaman guru terhadap peserta didik adalah keharusan untuk dapat memberikan hal terbaik kepada peserta didik.

Dengan demikian, kemampuan guru menggunakan teknologi juga menjadi tuntutan untuk keberhasilan menjalankan tugas mendidik karena kondisi kekinian. Sebagai kenyataan, pengguna teknologi terbesar adalah anak muda, usia sekolah. Kebutuhan peserta didik pada teknologi harus juga menjadi pertimbangan guru. Guru harus mampu memanfaatkan teknologi agar tidak gaptek, sehingga komunikasi dengan peserta didik tetap tersambung. Ketika koneksitas guru dan peserta didik sudah tersambung, tinggal guru mengantarkan dunia peserta didik ke dalam dunia kita dengan memasukkan ilmu dan nilai yang bermanfaat.

Guru Sebagai Pahlawan

Secara etimologi kata pahlawan berasal dari kata pahala dan wan sehingga bermakna orang yang memiliki pahala atau jasa, dan secara lebih luas lagi orang yang memiliki jasa bagi yang lain atau orang yang memberi kebaikan kepada yang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pahlawan adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Karena itu, kita mengenal pahlawan kemerdekaan, pahlawan revolusi, dan pahlawan dalam sisi-sisi penting kehidupan. Padahal sebenarnya pahlawan sangat banyak kita temukan dalam sisi-sisi kecil kehidupan.

Semakin besar jasa seseorang dirasakan kebermanfaatannya, akan semakin besar pula nama kepahlawanan yang ditimbulkannya. Sosok Ki Hajar Dewantara yang memperjuangkan pendidikan dari sebelum kemerdekaan Indonesia dengan  Taman Siswa-nya mampu menolong dan mendidik sekian banyak warga Indonesia. Keinginan besarnya untuk pendidikan tidak hanya lewat lembaga pendidikan tetapi berbagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada semua masyarakat agar tercapai Indonesia merdeka. Prinsip-prinsip pendidikan yang ditanamkan memiliki dampak yang luas, sehingga nama besarnya sebagai pahlawan pendidikan nasional semakin diakui dan dibanggakan.

Contoh jiwa kepahlawanan yang lain dapat dilihat pada sosok Bu Muslimah Hapsari yang ditampilkan dalam kisah Laskar Pelangi. Kisah yang banyak dilatarbelakangi kisah nyata sekolah kecil di Pulau Belitung. Kemampuan mendidk dan keikhlasannya mampu mengantarkan murid-muridnya mencapai keberhasilan. Meskipun muridnya tidak banyak tetapi mereka tetap bersemangat sampai ahirnya mengantarkan muridnya pada kesuksesan. Akhirnya, Bu Mus secara nyata mendapat penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sosok Bu Mus memang bukan pahlawan nasional tetapi ia pahlawan pendidikan bagi para muridnya di Pulau Belitung.

Tidak sedikit pula para guru yang berhasil mengantarkan para muridnya mencapai kesuksesan baik dalam lomba lokal, nasional, maupun internasional tetapi nama guru tidak tercatat di media. Mereka adalah pahlawan dalam menjalankan tugasnya.  Para murid yang dibimbing mampu sukses mendapat juara dan gurunya sudah cukup bangga dapat mengantar kesuksesan muridnya. Kemampuan dan keikhlasan seperti itu adalah wujud jiwa kepahlawanan dalam pendidikan.

Dalam skala lebih kecil, ketika seseorang berjuang penuh untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, pendidikan anak-anaknya dan berhasil mengantarkan mereka pada keberhasilan adalah termasuk kepahlawanan di tingkat keluarga. Bahwan ketika seseorang bisa membantu orang lain yang sedang kesulitan di saat yang tepat maka itu adalah juga bentuk kepahlawan bagi orang lain. Di setiap lini kehidupan ada potensi kebaikan dan tantangan kebaikan, serta pahala di dalamnya, itu adalah potensi yang memberi kesempatan kepada seseorang menjadi pahlawan. Tentu dibutuhkan keberanian untuk mengambil kesempatan tersebut.

Potensi Kepahlawanan

Melihat contoh dan ilustrasi tersebut, siapa dan kapan sosok guru disebut sebagai pahlawan (pahala-wan)? Menurut hemat penulis, ketika guru mau berani memaksimalkan kemampuan diri untuk mendedikasikan segala kemampuan ilmunya dalam segala ativitasnya. Ilmu dan kebaikannya dapat bermanfaat bagi siswa dan orang-orang di sekitarnya. Seberapa besar kemanfaatannya, sebesar itu pula jasa kepahlawanannya.

Guru yang mengantarkan peserta didik mengenal dunia dan kelak mereka mampu membentuk dunianya sendiri. Dunia yang dibentuk dengan arahan kebaikan yang telah diberikan gurunya. Maka selayaknya guru menyadari diri untuk memberikan yang terbaik, tentu bukan untuk meminta disebut pahlawan. Kelak ketika kebaikan guru dirasakan sangat bermanfaat, orang lain  tersebutlah yang memungkinkan akan menyebutnya sebagai pahlawan. Pahlawan karena dianggap jasanya sangat berarti.

Ahirnya, siapapun kita mampu menjadi pahlawan. Apapun profesi kita mampu menjadi pahlawan ketika berani memberikan kebaikan dan kemanfaatan yang dimilikinya. Pendidikan dalam kapasitasnya sebagai penebar ilmu tentu sangat besar potensinya dalam menumbuhkan kebaikan. Karena itu sudah bukan rahasia lagi kalau ada adagium bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa siapapun orang besar, pejabat, pemimpin, maupun pengusaha pasti karena didikan guru di sekolah. Meski dalam kenyataannya, tidak semua guru adalah orang hebat, tetapi semua orang hebat karena sentuhan pendidikan oleh guru.

Saihur Roif, Spendaku

27 November 2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

WRITERVATOR FIM 2023

EVALUASI FLS2N 2023 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MOJOKERTO