Rendahnya IPM Indonesia sebagai Kritik
Banyak sematan diarahkan kepada
Indonesia, di antaranya negara gagal, negara salah urus, negara terkorup di
Asean. Itu semua adalah bentuk sebuah kritik yang disajikan dengan argumen
masing-masing. Catatan UNDP terbaru April 2012 menunjukkan bahwa Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati urutan 117 dari 177 negara tersebut merupakan
realitas capaian penilaian atas kualitas masyarakat yang harus diterima dengan
lapang dada. Apapun hasilnya, hendaknya bisa dijadikan bahan evaluasi secara
positif.
Beranjak dari Sejarah
Sebagaimana diketahui setiap Negara
memiliki sejarah peradaban masing-masing. Dahulu, negara kita pernah disegani
bangsa lain sebagai bangsa yang besar dan memiliki wilayah yang luas. Kemudian,
terpuruk oleh kolonialisme Eropah selama kurang lebih 350 tahun. Dalam kondisi
semacam ini, kualitas kehidupan masyarakat terjajah dalam berbagai sisi
kehidupan mengalami krisis dan bahkan lemah daya saing dibandingkan dengan
bangsa-bangsa lain.
Memang mayoritas negara yang mendapatkan
IPM tinggi selama ini lebih banyak didominasi oleh negara-negara dengan jumlah
penduduk yang tidak sebanyak Indonesia. Di antaranya adalah Swedia, Irlandia,
islandia, Swedia, ataupu Jepang. Namun tuntutan peningkatan kualitas adalah
sebuah keniscayaan sebagai hasil perjalanan waktu.
Kini sesudah 67 tahun merdeka tampaknya
kita masih kesulitan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA)
yang ada. Di bidang pendidikan, kesenjangan daerah kota dan pelosok masih
menjadi masalah ketimpangan kualitas pendidikan. Belum lagi birokrasi dan
tenaga pendidik serta kurikulum yang sering
kali menjadi polemik karena kurang sesuai dengan realitas. Gempuran hiburan
yang kurang mendidik dan kuatnya arus penyalahgunaan teknologi juga menjadikan tergerusnya
moralitas maupun mentalitas. Media apabila tidak terkontrol dengan baik malah
bisa merusak. Sebaliknya tanpa media, kemajuan akan berjalan lambat. Di sisi
lain ternyata masih banyak pula anak-anak yang hidup di pedalaman dan kesulitan
untuk menuju ke sekolah.
Di bidang ekonomi, masih banyak
ditemukan kebijakan yang kurang mendukung dan tidak berpihak pada kemakmuran
bangsa. sebagai contoh bagaimana perusahaan PT.Freeport di papua, tambang emas
terbesar dunia yang lebih banyak dikuasai oleh asing padahal itu ada dalam
wilayah kita. Seolah negara tidak berdaya untuk mengambilnya. Sementara
masyarakatnya masih hidup dengan bertelanjang dada. Di saat yang lain masih
diberlakukannya sistem kerja outsorsing / kerja kontrak yang merugikan sehingga
para pekerja kurang memiliki hak-haknya.
Dalam bidang kesehatan, ternyata juga
ada banyak masalah dengan mahalnya biaya pengobatan. Di luar negeri, obat
generik sangat diapresiasi. Berbeda dengan di negara kita obat generic masih disepelekan
mungkin karena kurangnya sosialisasi dari tenaga medis. Di samping itu masih
minimnya pusat-pusat/balai kesehatan di daerah pinggiran dan terpencil juga
menjadi masalah tersendiri. Bahkan sebagai bahaya internasional ancaman HIV
AIDS menjadi ancaman serius bagi bangsa kita.
Penanganan Masalah Harus Simultan
Untuk itu, di bidang pendidikan
pemerintah harus benar-benar mengevaluasi kebijakan kurikulum yang humanis dan proporsional,
khususnya mengenai Ujian Nasional yang menjadi momok ketidakjujuran di banyak
daerah. Di samping itu, sarana prasarana dan perangkat teknologi juga harus
bisa tersedia merata dengan acuan kemampuan teknologi yang terstandarisasi. Kontrol
media (cetak dan elektronik) juga harus dilakukan agar tujuan pendidikan bisa
tercapai karena selama ini banyak konten
media informasi malah banyak merusak nilai pendidikan yang dibangun. Serta memaksimalkan penggunaan
anggaran pendidikan secara transparan mulai tingkat nasional sampai tingkat
sekolah. Perbaikan birokrasi di tingkat pusat
maupun daerah juga menjadi PR wajib karena anggaran pendidikan yang diberikan
saat ini juga tidak sedikit. Kalau semua sudah sesuai dengan perencanaan pasti
hasil konkret yang lebih baik segera terwujud.Peran pemegang perangkat pendidikan
juga harus selalu direvitalisasi dan disegarkan kembali agar mempunyai semangat
dan daya saing tinggi.
Dalam dunia ekonomi, pemerintah juga
perlu mengendalikan sumber-sumber kekayaan negara sehingga bisa dimaksimalkan
untuk kepentingan pembangunan. Jangan sampai negara asing malah banyak
menguasai sumber daya alam sampai bangsa hanya menjadi bangsa kuli. Sistem outsorsing / kerja kontrak juga seharusnya diminimalisasi dan dihilangkan
sehingga jaminan terhadap pekerja lebih nyata.
Dalam bidang kesehatan, persebaran
tenaga medis di daerah pinggiran dan pelosok juga menjadi kebutuhan mendesak.
Pelayanan pengobatan yang murah dan terjangkau juga harus disosialisasikan diwujudkan
sehingga obat generik bisa lebih terjangkau di semua lapisan masyarakat. Mudah
menyampaikannya. Perlu serius mewujudkannya. Sebagai warga negara kita dituntut
mengambil peran semampu kita.
Saihur Roif, S.Pd
Guru SMPN 2 Kutorejo Mojokerto
Komentar
Posting Komentar