PERLINDUNGAN GURU; ANTARA REALITAS DAN IDEALISASI PENDIDIKAN
Luasnya wilayah dan besarnya jumlah penduduk Indonesia merupakan berkah sekaligus tantangan tersendiri bagi pemerintah. Karakteristik suku dan wilayah yang tersebar menampakkan mereka dalam rona wajah pendidikan yang beragam pula. Luasnya wilayah Indonesia, dari Aceh, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, sampai Papua sekilas tergambar bagaimana wajah pendidikan yang disatukan atas berbagai keragaman. Satu hal yang menjadi benang merahnya adalah kesatuan tujuan pendidikan Indonesia harus mewujud atas berbagai keragaman dan perbedaan ada di antara wilayah dan suku yang beragam. Kesatuan itu adalah buah dari regulasi pendidikan yang diamanatkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
            Perbedaan karakter dan sikap di masyarakat karena kebiasaan penyikapan secara turun temurun membutuhkan penyikapan yang tepat pula dari sisi pendidikan. Masalah ketimpangan sosial ekonomi yang bisa berdampak pada permasalahan sosial juga perlu disikapi dengan tepat. Itulah pentingnya pemerintah menentukan aturan yang bisa menjembatani kepentingan masyarakat dan pengampu yang melaksanakan kebijakan agar program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik.
Realitas Masalah Guru dan Pendidikan
            Regulasi pemerintah dalam pendidikan sudah diperbaiki sedemikian rupa, tetapi realitas permasalahan dunia pendidikan masih sering terjadi, baik yang tampak di media ataupun yang tidak. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa, bahkan sebaliknya siswa terhadap guru masih sering terjadi. Sebagaimana yang terjadi pada Februari 2019 di Gresik Jawa Timur, ketika siswa sebuah SMK berani mencekik dan melecehkan gurunya. Di satu sisi muncul penilaian bahwa kondisi tersebut disebabkan karena kualitas wibawa guru masih perlu ditingkatkan ketika menghadapi tipikal siswa yang sikapnya berlebihan. Di sisi lain, sikap siswa yang seperti itu tentu termasuk pelanggaran berat. Sama sekali tidak menunjukkan etika sebagai siswa terdidik. Demikian halnya, kejadian siswa SMK di Kendal Jawa Tengah yang menganiaya gurunya pada November 2018, meski pada akhirnya dibantah sebagai guyonan belaka, tetapi sudah bernilai perbuatan yang tidak semestinya dilakukan di sekolah.
Hal ini tampaknya bukan hal yang sederhana untuk diselesaikan tetapi perlu dilihat secara jernih faktor penyebabnya. Banyak faktor bisa menjadi pemicunya, faktor urusan pribadi, kurangnya perhatian dan pendidikan keluarga, ataupun karakter para pelakunya yang temperamental, yang jelas perlu penyikapan yang tepat dalam menghadapi permasalahan tersebut. Dalam hal ini penting regulasi yang mengaturnya. Guru dan siswa berhak mendapat perlindungan hukum yang baik agar pendidikan berjalan sesuai dengan tujuannya. Sebagai tambahan agar kejadian yang serupa tidak mudah terjadi, penekanan tentang pentingnya kedewasaan berpikir dan menahan emosi. Tentu penerapannya bukah hanya di sekolah yang melibatkan pendidik dan siswa saja tetapi lebih luas lagi mengarah ke keluarga dan masyarakat.
            Permasalahan lain yang juga perlu penyikapan yang tepat adalah kekerasan sesama siswa karena terlibat dalam kelompok- kelompok geng tertentu. Egoisme kelompok geng remaja bisa menjadi penghalang tercapainya tujuan pendidikan karena yang mereka utamakan adalah kepentingan kekuasaan yang memaksakan, bukan lagi prestasi, intelektual, dan akhlak. Beberapa kali tampak dalam media berita para pelajar yang terlibat dalam aktivitas kekerasan geng-nya menunjukkan perilaku yang jauh dari pelajar yang seharusnya bisa menempatkan diri dalam proses belajar, mendalami ilmu dan mengembangkan potensi menjadi pemimpin masa depan.
            Permasalahan lain yang terjadi adalah sikap permisif para pelajar akibat penggunaan media daring dan gim online secara serampangan sehingga berdampak pada sikap tertutup dan individualitas. Mereka kurang bisa menerima perbedaan dengan orang lain dan kurang bersosialisasi. Pemanfaatan media daring, khususnya gim online menuntut mereka hanya fokus kepada keamanan dan kenyamanan pribadi, sebaliknya kurang melihat kepentingan orang lain. Kalau kondisi seperti ini berlanjut dalam waktu lama akan menjadi karakter yang pada tahap lebih luas lagi berdampak tidak baik dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan, siswa yang kecanduan gim online prestasinya turun secara drastis dan pola penanganannya sangat terbatas, artinya semua pihak masih kesulitan untuk mengobatinya.
            Hal yang sedang hangat diberitakan akhir April 2019 ini adalah tindakan yang tidak layak dilakukan oleh beberapa siswa SMP kepada anak-anak usia sekolah dasar yang merupakan adik-adik kelasnya di Garut, Jawa Barat dengan perlakuan pelecehan seksual sodomi. Bahkan, menurut sumber Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) korban pelecehan siswa tersebut mencapai 32 siswa. Di samping itu para korban pun ikut-ikutan bergantian sebagai pelaku. Hal yang sebenarnya janggal tetapi tampak biasa di mata para korban adalah yang disebut sebagai ‘kuda-kudaan’. Hal ini di satu sisi menunjukkan masih rendahnya pemahaman siswa dan korban sekaligus terhadap pelecehan seksual, sedangkan sisi lain penyebab munculnya tindakan tersebut perlu diurai. Menurut keterangan pelaku, mereka melakukan kejahatan tersebut karena terdorong oleh tampilan film biru yang telah mereka tonton beberapa kali.
Dampak Globalisasi dan Distorsi
            Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi berdampak pula pada percepatan penyebaran informasi yang bernilai positif maupun negatif. Ketika informasi yang disampaikan dalam media bersifat negatif dan penyebarannya massif, dampak negatifnya langsung berpengaruh pada pendidikan khususnya para pelajar yang merekalah mayoritas pengguna media informasi terbanyak, karena pelajarlah yang lebih melek informasi. Sebaliknya, ketika konten informasi yang disampaikan dalam media internet bernilai positif, dampaknya pasti positif pula. Efek lain perkembangan teknologi informasi ini adalah perilaku siswa yang dirasakan oleh para pendidik yang berhadapan langsung para siswa yang merupakan pengguna dan penikmat hasil perkembangan  informasi teknologi.
            Memahami kondisi tersebut, secara naluri para pendidik harus menyiapkan diri dengan memahami informasi yang berkembang dan menjadi kegemaran siswa atau sedang viral misalkan.  Dengan begitu, para pendidik bisa menyikapi, mengarahkan, dan memberi solusi kepada siswa. Permasalahan pendidik dan siswa muncul ketika ketiadaan sambungan informasi dan pemahaman mereka terhadap derasnya arus informasi. Permasalahan ringan bisa terjadi berupa kurang ‘gaul’-nya sang guru, kurang respeknya guru, penyepelean siswa terhadap guru, olok-olokan, atau bahkan peniruan perilaku yang kurang pantas di tempat lain yang ditiru begitu saja oleh siswa kepada guru ataupun sebaliknya guru terhadap siswa. Akibat perilaku serampangan tersebut memicu tindakan melanggar hukum baik secara fisik maupun psikis.
            Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi di sekolah berkaitan dengan akademik ataupun sikap kekerasan selain dari temperamental seseorang juga pengaruh media daring yang menampilkan perilaku yang tidak terpuji. Perilaku tersebut memengaruhi bahkan bisa ditiru oleh oknum tertentu yang mengakibatkan tindak pelanggaran. Perlindungan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan tetap harus diikuti dengan kebijakan lain yang preventif agar mampu meminimalisasi pelanggaran yang serupa. Pemahaman orang tua dan masyarakat tentang pendidikan secara menyeluruh dan mendalam merupakan kebutuhan mendasar agar pendidikan ke depan bisa berjalan baik dan menemukan makna besarnya bagi bangsa. Ketika perlindungan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan terwujud serta pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan dan otonominya sudah terwadahi, arah pendidikan mudah tercapai.
Urgensi Regulasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
            Melihat pentingnya perlindungan pendidikan di tangan para pendidik dan tenaga kependidikan, memang sangat dibutuhkan regulasi perlindungan terhadap mereka. Untuk itu, terbitnya Permendikbud nomor 10 tahun 2017 sangat bermanfaat dan diapresisasi sebagai upaya pemerintah melindungi para pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam hal ini, secara tidak langsung juga akan mampu memperbaiki dan mempercepat pencapaian tujuan pendidikan. Di antara isi Permendikbud tersebut adalah upaya pendampingan secara hukum terhadap pendidik dan tenaga kependidikan. Di samping itu juga untuk melindungi secara hukum dari tindakan kekerasan, perlindungan profesi dari pemutusan hubungan kerja dan pelecehan profesi, serta perlindungan dari keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Dalam pelaksanaannya, regulasi itu mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah turut terlibat di dalamnya. Hal ini tentu menjadi penting bagi pendidikan kita sebagai upaya penguatan terhadap pendidikan di Indonesia.
            Regulasi tersebut tentu bukan sekadar sebagai kebanggan dan gagah-gagahan semata, regulasi tersebut merupakan upaya terbaik melindungi pendidik dalam menjalankan tugas mendidik putra putri bangsa. Jika regulasi perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan sebagai upaya mengatasi permasalahan atau realitas di sekolah sudah terbentuk, upaya yang lebih penting lainnya adalah pentingnya menanamkan proses berpikir dewasa kepada semua pihak agar ketika terjadi permasalahan tidak mudah tersulut emosi dan mampu mengendalikan diri. Inilah sistem pendidikan yang tak kalah pentingnya. Citra pendidikan sebagai upaya peningkatan proses kedewasaan cerdik cendikia menjadi mewujud di tengah masyarakat. Keberagaman suku, daerah,  agama yang beragam, serta keluasan wilayah Indonesia bukan menjadi masalah berarti. Sebaliknya, hal itu menjadi keberkahan atas tujuan bersama pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Hal yang tak kalah pentingnya dalam turut serta membangun pendidikan bagi pendidik adalah membuat kreativitas dan mengembangkan kemampuan dalam mendidik putra-putri bangsa. Pengembangan kreativitas profesi pendidik bisa beragam bentuk; mengembangkan kreativitas professional di bidangnya, menemukan produk karya pembelajaran, ataupun mendokumentasikan pengalaman pembelajaran dalam bentuk makalah penelitian ataupun buku. Hal-hal tersebut tentu sesuatu yang sangat berharga bagi diri sendiri pendidik dan lebih luas lagi bagi orang lain sebagai proses pembelajaran pula. Kreativitas pendidik dalam baragam karyanya akan dijamin oleh pemerintah dengan beragam fasilitas  pula, termasuk fasilitasi hak cipta. Permasalahan yang masih terjadi dan regulasi yang sudah difasilitasi pemerintah tentu sangat disayangkan ketika tidak dimanfaatkan oleh para pendidik. Tentu tiada kata lain yang lebih tepat disampaikan dengan terbitnya regulasi tersebut selain kita sebagai pendidik harus memaksimalkan diri untuk mengembangkan potensi dan karya yang bisa bermanfaat bagi dunia pendidikan.
                                                                                        Saihur Roif
  Guru SMPN 2 Kutorejo- Mojokerto

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WRITERVATOR FIM 2023

EVALUASI FLS2N 2023 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MOJOKERTO